Selasa, November 06, 2007

Perempuan-perempuan perkasa

Hiruk pikuk pasar Jakabaring malam itu membuat malam yang dingin, tak dirasakan oleh ribuan orang yang tumplek blek di pasar tersebut. Pasar induk yang beroperasi sejak Juni 2004 itu, menjadi pusat jual beli satu-satunya saat ini, yang mempertemukan pedagang besar dan kecil di Palembang. Praktis sejak pasar 16 Ilir yang terkenal itu, digusur. Pedagangnya pun kocar-kacir. Sebagian besar pindah ke Pasar Induk Jakabaring, namun sebagian lagi memilih pasar-pasar pagi lainnnya , seperti pasar KM 5, dan Pasar Plaju.

Dini hari itu, dua orang perempuan tua, berdiri di pinggir jalan. Mereka nampak perkasa, dengan dua buah tangan yang penuh sayur-sayuran sebagai pegangan mereka. Belum lagi bakul besar dan panjang yang berada dipunggung mereka, penuh dengan barang-barang kebutuhan lain. Aku taksir, usia mereka lebih dari 60 tahun.

Tak ada gurat-gurat kelelahan di wajah mereka. Nampak suka cita sepertinya, karena mungkin apa yang mereka inginkan sudah berhasil mereka dapatkan hari itu.

Postur mereka hampir sama. Tidak kurus dan tidak terlalu gemuk. Dengan baju memang ala ibu-ibu tua. Dengan rambut disanggul. Dan kain yang dililitkan di pinggang. Ciri khas orang tua lama. Namun yang membuat aku tercekat. Bahwa mereka tidak memakai alas kaki.

Udara sedingin gini, dan kondisi permukaan tanah yang beraspal tanggung. Membuat kekaguan tersendiri kepada mereka.

Tiba-tiba aku teringat puisi Perempuan-perempuan perkasa karya Hartoyo Andang jaya, yang bercerita tengatang perempuan-perempuan perkasa yang melintasi batas ruang dan waktu. Tak ada pilihan . Karena mereka harus melanjutkan hfdup. Karena keadaan tentunya.

Tapi, Hartoyo mampu menangkap potret tersebut dan menyatakan kekagumannya.

Sepertinya Hartoyo mahfum bahwa mereka telah menajdi bagian dari kerasnya hidup itu sendiri. Mungkin pemandangannya akan sangat berbeda, kalau mereka tidak ada. Maka puisi Hartoyo itu kemudian memotret apa yang memang menjadi keseharian kita.

Dan pemandangan itu masih ada sampai saat ini. Hampir disemua bagian wilayahIindoensia.

Dan seperti kedua ibu tua tadi. Mereka memaknai hidup dengan cara mereka sendiri.
Tapi merekalah perempuan-perempuan perkasa itu. Tanpa mereka , pasar malam , seperti Pasar induk Jakabaring ini akan kering.

*Saya iringkan karya penyair hebat Hartoyo Andangjaya – Perempuan-Perempuan perkasa:

Perempuan-perempuan perkasa

perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta
dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja
perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta ,
kemanakah mereka
di atas roda-roda baja mereka berkendara
mereka berlomba dengan surya menulu ke gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota
perempuan-perenpuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu berhati baja,
perempuan-perempuan perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.*

Tidak ada komentar: