Kamis, Juli 24, 2008

hmmm

hmmmm.
Aku gak bisa nulis sekarang.

Selasa, Juni 10, 2008

Sepotong cerita di sepenggal malam menjelang kenaikan BBM 24 Mei

Malam Sabtu, seharusnya menjadi malam kegembiraan sebagian orang, karena besoknya harus libur, tapi malam ini, kok suasananya begitu lain. Dikatakan mencekam, tidak juga. Tapi menggerahkan saja.

Ya, malam ini, pemerintah memaksakan keehndaknya untuk mengumumkan kenaikan BBM. Aku yang sengaja memantau perekbangan kota malam ini, merasa sangat miris, melihat begitu panjangnya antrian di hampir semua SPBU. Padahal sampai sore tadi, masih biasa-biasa saja. Antriannya pun tidak sampai dijalan.

Sementara ini, antrian sudah melebihi 500 meter panjangnya di beberapa SPBU. Dan yang paling banyak ngantri adalah sepeda motor. Kenapa ya, orang-orang hanya untuk mendapatkan bensin sebanyak 2 atau 3 liter harus rela antri berjam-jam.

Sulit didapat jawabannya.

Malam ini, aku melabuhkan badanku ke sebuah gerobak gorengan warung di Simpang kayu agung palembang. Masih malas pulang ke rumah.

Seorang laki-laki tua, yang aku taksir usianya ekitar 65 tahun, menjadi penunggu warung tersebut. Aku memesan beberapa pempek yang sudah nampak dingin.

Dia menawarkan untuk dipanaskan aku menolaknya.

Di gerobak itu, aku dengar suara menteri ESDM, sedang mengumumkan harga baru BBM. Stasiun radio yang di dengar bapak itu, kebetulan menyiarkannya. Padahal aku sudah tidak mau mendengar suara menteri itu. Muak.Nampak kecemasan di wajahnya Bapak itu.

Setelah sang menteri mengumumkan harga-harga baru BBM itu, nampak perubahan air muak di wajah laki-laki tua itu.

”Naik lagi BBM,” katanya,” Semakin berat beban hidup.”

Aku hanya tersenyum kecut.

”Apakah gak ada cara lain ya, ...Apakah memang harus seperti ini,” katanya.

Aku tetap tidak bisa menjawabnya..........

Sementara di radio itu, aku dengar kemudian, suara Iwan fals menyanyikan lagu Galang rambu Anarki, ” ......BBM naik tinggi, susu tak terbeli, orang pintar cari subsidi...”.

Radio cerdas. Bapak tua itu termenung
Aku miris. Teringat istri dan calon bayiku.

Tengah malam, 24 Mei 2008 (catatan tertinggal)

-------------

Hari ini, orang-orang sepertinya lupa dengan kenaikan BBM ini. Ya mau diapakan lagi, ...tapi sambil menggerutu, berkeluh kesah sedin. Nyumpah dan sebagainya.

Harga-harga makin tinggi. Sementara orang masih sibuk berwacana. DPR baru akan meng-interpelasi kenaikan harga-harga, bukan kenaikan harga BBM nya. Entah kapan akan ber-rapat ria. Tunjuk wajah di televisi. Paling banyak yang tidur. Yang datang juga paling segelintir.

Cuma mahasiswa saja yang masih bertahan. Sayang mereka tidak mendapat dukungan. Karena orang, hari ini, hanya berbicara soal kebebasan..kebebasan...dan kebebasan...makanya terjadilah saling serang tanggal 1 Juni lalu.

Pemerintah tepuk tangan, berhasil mengalihkan isu.

Ya, Bangsa kita memang bangsa pelupa. Dan Pemerintah kita adalah pemerintah yang lupa (juga tidak ingat dengan rakyat).

”Sori anda-anda yang ada di atas, saya hari-hari ini hanya mengutuki anda, karena saya lihat betul bagaimana menderitanya rakyat, termasuk saya juga....Omong ksosong soal harga minya, subsidi dan sebagainya.....Bulshit”

Tabik.

Kamis, Mei 22, 2008

Tak Perlu ada judul

Ini hari-hari berat bagi semua orang. Ya, di bayang-bayangi kenaikan harga BBM. Masyarakat sepertinya hanya bisa pasrah. Ya, mau bagaimana lagi. Air mata sudha sangat kering di pelupuk. Pinggang sudah terlampau kurus untuk diikatkencangkan.

Apalagi ini, Pemerintah gagal sepertinya memakmurkan rakyatnya. Padahal mereka memiliki legitimasi untuk mensejahterakan rakyatnya. Tak ada satupun yang mampu menggoyangnya. Tapi ternyata SBY terlalu takut untuk melangkah maju. Dia memang peragu.

Negeri ini memang saat ini pembangunannya tak jelas. Tak ada arah pembangunan. Harus diakui, Orde baru masih menang ternyata dari sudut pandang ini. Mereka punya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai arah, dan PELITA sebagai tujuan.

Sementara pemerintah saat ini, tak jelas arah dan tujuannya.

Pasca Soeharto, satu-satunya pemerintah yang berhasil adalah BJ Habibie. Sayang, pemerintahannya terlalu singkat. Namun Habibie legowo. Dia memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada yang lain untuk maju.

Dia tidak mengganggu setelah itu.

Sayang, Gus Dur, Megawati dan SBY, sibuk dengan urusan mereka sendiri. Padahal rakyat sudah percaya sama mereka. Cuma ternyata mereka tidak percaya sama rakyat. Anda setuju?

(kira-kira kena UU ITE gak ya, karena dianggap mendiskreditkan pemerintah. Semoga tidak)

Tabik

Minggu, Mei 04, 2008

Sebenarnya Saya Ingin

Saya sebenarnya sudah lama memimpikan punya Blog. Tadinya, dengan adanya blog ini saya bisa mencatat dan menceritakan semua hal. Tapi ternyata tidak juga. Padahal saya berkutat dengan computer setiap harinya. Banyak hal yang ingin saya tuliskan, tapi saya ternyata tidak mampu menuangkannya dalam blog saya tersebut.

Banyak hal yang harus saya pertimbangkan. Terutama mungkin soal pekerjaan dan sebagainya. Saya juga merasa belum perlu menegaskan siapa saya. Saat ini saya hanya ingin sendiri saja. Bercerita sendiri saja. Syukur-syukur ada yang membaca. Seperti halnya Bung Zen, si pejalan Jauh. Terima kasih telah mampir ke rumah ku. Saya juga sebenarnya selalu membaca tulisan-tulisan anda Bung. Apalagi kalau bercerita tentang kematian. Sangat indah.

Saya pun dalam jangka waktu 100 hari ini telah kehilangan 3 orang dekat bahkan teramat dekat. 1 orang temanku yang mati muda, kemudian Bu De, dan Akhir april lalu pamanku. Dan aku menjadi saksi kematian pamanku, di detik-detik terakhirnya.

Aku pikir dia tidak “pergi” dalam keadaan menderita. Karena satu tarikan nafasnya terakhir, menandakan dia ‘sukses’ pindah ke dunia lain. Mungkin itulah yang kukatakan indah. Tak ada kesakitan sama sekali.

Mungkin itu salah satunya. Belum lagi soal kotaku Palembang, Pilkadanya yang mulai rame, dan tentunya istriku.

Tapi sepertinya itu harus kejalani sebagian-sebagian. Keadaan yang memaksaku, harus seperti ini. Entah sampai kapan. Tapi aku tidak akan pernah menjelekkan oarng dengan nick name ku ini. Tak akan pernah. Tapi untuk sementara biarlah sepenggal jejak menjadi bagian dari diriku.

Bung Zen, terima kasih sekali lagi telah mampir. Anda memang seorang pejalan jauh, tidak hanya di dunia nyata, di dunia pemikiran, juga di dunia maya. Anda telah membuktikannya, dengan sering mampir ke para penziarah. Terima kasih semangatnya.

Tabik.

Minggu, Maret 02, 2008

Apa lagi yang akan kita hadapi

Kematian ibu hamil dan seorang anaknya di Maksasar karena kelaparan jumat 29 februari membuat kita trenyuh. Apa lagi yang akan kita hadapi ke depannya. Negeri yang kaya ini.

Cuma kita hanya mempertanyakan, kemana kita masyarakat yang ada di sekeliling, kalau menghadapi kejadian serupa. Adakah kehidupan social kita terusik bila menghadapi hal seperti ini. Ataukah memang kita dihadapakan pada keadaan karena keluarga tersebut tidak mau dibantu, seperti halnya pengakuan tetangga daeng basse seperti dikutip dari Koran seputar Indonesia Minggu 2 Maret.. Miris benar memang. Saya membaca dan mendengar berita ini hampir menitikan air mata.

Adakah saya mampu juga kalau menghadapi seperti ini.
Tapi Basse adalah pahlawan keluarganya. Di tengah kondisinya yang sedang hamil, dia masih bekerja membantu suaminya.
Duh Bu…engkau kembali mengingatkan diriku dengan Istriku….

Berikut kutipan berita Kompas.com , sabtu 1 Maret :
Sabtu, 1 Maret 2008 11:54 WIB

Ibu Hamil dan Anak Meninggal Akibat Kelaparan

MAKASSAR, SABTU-Ternyata masih ada orang yang meninggal di Makassar karena diduga kelaparan. Mereka adalah keluarga miskin yang bermukim di Jalan Dg Tata I blok V lorong 2 Makassar dengan kepala keluarga bernama Dg Basri yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang becak. Mereka yang meninggal karena diduga kelaparan adalah istri Dg Basri, Dg Basse (36), anak laki- laki bernama Fahril (4), dan bayi yang masih berada dalam kandungan Dg Basse. Dg Basri dan Dg Basse (almarhumah) masih mempunyai tiga anak yang masih bisa diselamatkan oleh warga. Mereka adalah Salma (9) dan Aco (3) yang kini dirawat di RS Haji Makassar. Sementara Bahar (7) dirawat keluarga.

Dari pantauan Tribun Timur di RS Haji beberapa menit lalu, kondisi Aco dan Salma sudah membaik. Kedunya kini sudah bisa bermain. Keduanya dilarikan ke RS Haji oleh tetangganya untuk mendapatkan perawatan. Dokter yang memeriksa keduanya mengatakan Aco dan Salma positif menderita gizi buruk.

Kini Dg Basri membawa jasad istrinya yang sedang mengandung dan jasad anak laki-lakinya Fahril ke Bantaeng untuk dimakamkan. Sementara Bahar anak laki-lakinya yang lain diambil oleh keluarganya untuk dipelihara.(TRIBUN TIMUR/Mursalim)

Minggu, Februari 17, 2008

Matahari senja sudah merah menyala.

Matahari senja sudah merah menyala. Dia sepertinya hendak segera tenggelam di kaki langit. Jalan Di depan Gang Gaya baru DI Panjaitan Plaju masih sangat ramai orang yang hilir mudik. Padahal sudah hamper magrib.

Aku menepikan Honda Astrea tua ku di sebuah pick up yang menjual beraneka jenis buah. Ya, model jualan seperti ini lagi trend. Pake mobil. Mungkin menghemat ongkos kontrak kios atau los yang mahal. Belum lagi menjamin apakah laku atau tidak berjualan di kios atau pasaran. Ditambah lagi yang datang pungutan liar yang tidak henti, yang tentu menggerus pendapatan.

Sore itu, tidak seperti biasanya, hanya dua orang yang membeli termasuk aku. Padahal biasanya, ramai, apalagi kalo musim duku. Si penjual ini sering obral harganya. Dukunya juga dipercaya. Manis dan besar. Si penjual termasuk orang jujur, kalo masam disebutnya masam dan manis-disebutnya manis. Makanya dia banyak didatangi orang untuk membeli buah-buahanya. Buah yang dijualnya bervariasi persis yang ada di took-toko buah.

Aku sore itu hanya membeli jeruk, sekilo. Lumayan. Buah-buahan di lemari es dah habis. Kemarin sempat ada apel dan jeruk. Yang menarik bersama dengan aku membeli, seorang tua. Umurnya aku taksir 60-an. Dia Nampak asyik memilih-milih apel yang merah ranum. Dan juga jeruk.
“Buat istri dan cucu,”katanya ketika kuisengi ngobrol.

Kulihat dia beli jeruk 2 kilo dan 2 kilo apel. Ada yang menarik. Sepertinya kakek ini baru pulang kerja. Dia hanya pake sepdea tua ontel dan dibelakangnya, Nampak peralatan yang menunjukkan kalo dia seorang tukang batu. Setelah membayar dia bergegas pergi dan tersenyum ramah kepadaku. Aku belum selesai memilih.

“Dia biasa beli disini Dek” kata si penjual buah,”pasti dua minggu sekali dia beli. Ya macem-macem, kalo dia pengen beli. Kadang-kadang semangka, jeruk apel, dan sebagainya. Mungkin dia habis gajian.” Tambah si penjual menjawab keherananku.

Aku senyum saja. Ya, saya tidak tahu siapa pak tua itu. Namun dari penampilannya. Aku kira dia orang biasa saja, masyarakat kebanyakan. Cenderung miskin kalu saya kira. Sebabnya dia masih bekerja dengan usianya setua itu. Padahal seharusnya sudah beristirahat. Apalagi untuk kerja yang berat. Sekilas tadi aku lihat urat ditangannya sudah keluar semua dan sangat keriput. Tapi semangatnya mungkin untuk mempertahankan hidup yang membuatnya harus seperti itu. Ya : untuk istri dan cucu, begitu katanya singkat tadi kepadaku. Aku terngiang-ngiang sesaat kata-kata itu.

Tiba-tiba akau teringat istriku dan calon bayiku.

Jumat, Februari 01, 2008

Suharto, Banjir Jakarta, harga naik, apalagi ya….

Ini mungkin postingan awal bulan ini. Suharto yang selama satu bulan ini mendominasi pemberitaan media-media Indonesia, akhirnya tutup usia. Mungkin inilah akhir cerita tentang mantan orang nomor satu Indoensia ini. Karena saya tak yakin, setelah itu kausu-kasunya aklan diselesaikan. Yang ada hanyalah polemik pihak-pihak tertentu yang sekedar cari muka kepada rakyat. Ya, semoga pembicaraan yang menghabiskan energi ini di tutup juga.

Yang kedua, soal banjir di Jakarta,juga telah melelahkan kita. Semua orang sepkat bahwa : Sudah saatnya pusat pemerintahan dipindahkan dari sana. Jakarta sudah teramat berat bebannya. Tidak hanya itu, semua pihak, pebisnis misalnya, sidah harus berpikir, janganlah menjadikan Jakarta sebagai pusat. Masih banyak daerah lain yang potensial. Mungkin ini juga masih bisa diperdebatkan. Maka inilah tugas dari pengambil kebijakan.

Yang ketiga, soal harga-harga yang terus naik. Capeee…deh….kapan di negeri ini, harga tidak naik. Kalaupun tidak naik dicair-cara alasannya agar naik. Ditimbun, pupuk ditahan, benih dipalsukan dan sebagainya. Semuanya juga akhirnya berbicara soal keuntungan. Dan mengeluhakan kaalu keuntungan tidak bertambah.

Kita cinta negeri ini, kita mengabdi kepada negeri ini. Kita tinggal di negeri ini. Tapi, mbok ya, para pemimpin…berpikirlah untuk rakyat negeri ini. Presiden gak perlulah turun ke pasar, kan, ada menteri, gubernur, walikota. Ngapain susah-susah ke pasar harga toh gak turun juga. Malah nyusain orang ke pasar karena pengamanan yang dilakukan. Harusnya membuat kebijakan agar harga tidak naik. Pemerintah punya hak untuk itu. Jangan menjadikan alasan itu merupakan kehendak pasar atau istilah kerennya mekanisme pasar. ANDA PUNYA HAK MENGATURNYA. JANGAN DIATUR OLEH ORANG. Masyarakat sudah teramat lelah. Yang terjadi saat ini hanyalah keputusasaan dan kepasrahan.

Jadi stop kepada semua kalangan untuk tebar pesona dan tebar wacana. Bertindaklah untuk negeri ini.